Terminal 3 SHIA: Dipaksa siap?

Sejak awal bulan ini, sudah 4 kali saya terbang dengan maskapai yang sama: Garuda Indonesia.

Dimulai dari tanggal 2 Agustus, dengan GA132 tujuan Jambi (CGK-DJB), kembali tanggal 5 Agustus dengan GA135 tujuan Jakarta (DJB-CGK). Keberangkatan dan kedatangan di Jakarta semua melalui terminal 2F Bandara Soekarno Hatta. Keberangkatan berjalan mulus, checkin lancar, delay tidak ada, boarding mulus. Pun kedatangan, semua lancar.

Flight ketiga, saya dan rombongan menuju Denpasar Bali tanggal 9 Agustus dengan GA420. Lagi, dari Soetta. Tapi lewat terminal baru, terminal 3 ultimate, karena terhitung efektif sejak 9 Agustus lalu, semua penerbangan domestik Garuda Indonesia dipindahkan ke Terminal 3 Ultimate. Terminal baru yang kabarnya baru diresmikan sehari sebelumnya, yang digadang-gadang jadi yang terbesar dan termodern di Indonesia. Rasanya amazing juga bakal nyicipin terminal baru yang kalo dilihat dari gambarnya yang cakep dan cantik.

Semua perbangan domestik Garuda Indonesia pindah ke T3 Ultimate
(sumber: garuda-indonesia.com)


Dan bener! Terminal 3 Ultimate emang beneran gagah dan megah! Interiornya juga menawan. Berkelas lah.

Tapi...

Dibalik ke-WOW-an itu, ada banyak keluhan yang saya dan penumpang lainnya rasakan. Keluhan yang mengesankan Terminal 3 Ultimate sengaja dipaksakan untuk siap.

Keluhan-keluhan juga saya rasakan saat datang dari Denpasar dengan GA653.

Pembangunan masih belum 100% selesai

Masih banyak bagian-bagian gedung terminal yang under construction. Banyak yang ditutup partisi. Pekerja bangunan dengan alat-alatnya juga banyak yang mondar-mandir.
Lantai paling bawah, terminal kedatangan. Sebagian masih under construction

Bagasi < 5 kg ditolak counter check in

Maksudnya, bagasi dengan berat kurang dari 5 kg, tidak diterima di counter check in. Karena (katanya) sistem timbangannya nggak bisa menimbang barang yang beratnya kurang dari 5 kg. Penumpang harus membawa sendiri barang-barangnya yang "ditolak" ke counter khusus untuk barang yang < 5 kg. Agak merepotkan sih.

Barang yang ditolak counter checkin harus dibawa sendiri ke counter khusus itu. Jangan khawatir, petugasnya ramah kok

Layanan self check-in masih belum berfungsi

Uniknya di T3 ultimate sudah ada layanan self check-in loh. Penumpang bisa check in sendiri pake komputer yang tersedia. Tapi begitu saya tengok, eh sistemnya masih belum jalan.

Salah satu komputer untuk self check-in. Masih error

Komputer self check-in yang tersedia


Sinyal handphone terganggu

Entah kenapa, tapi setidaknya ini dirasakan banyak orang ketika menelepon. Sinyal terputus-putus, seperti ada gangguan. Dan ini juga sempat saya lihat beritanya di TV. Pihak terkait sempat menepis isu bahwa pengelola T3 mengganggu sinyal handphone penumpang.

Banyak elevator belum berfungsi

Buat kamu yang males turun naik on foot, dan lebih suka pake elevator, mungkin ini nggak nyaman buat kamu. Banyak elevator yang belum berfungsi.

Gerai masih minim

Yang suka jajan, nggak banyak loh pilihan gerai makanan/minuman atau merchandise di T3. Kalaupun ada, itu pun kelihatan darurat militer banget. Tapi dilihat dari banyak partisi-partisi dengan banner besar berlogo gerai-gerai terkenal, mungkin nanti akan banyak juga gerai-gerai disana. Jangan khawatir.

Calon gerai FnB yang masih under construction


Praying room, kau dimana? 

Masih sulit cari mushola di T3. Sulit karena jumlahnya sedikit, dan petunjuknya masih minim. Tapi setelah dapat, mushola di terminal keberangkatan lumayan nyaman dan lega.

Pengalaman kurang menyenangkan saya rasakan saat tiba dari Denpasar. Saya mendarat jam 15.00 WIB. Karena tidak sholat Jumat, saya harus mengganti sholat dzuhur dan segera sholat ashar. Tiba di terminal kedatangan, kami "dipaksa" berjalan cukup jauh. Berputar dari ujung satu ke ujung lainnya. Dan sepanjang jalan, saya nggak menemukan satupun petunjuk lokasi mushola. Yang ada cuma toilet. Kok rasanya seperti bukan di Indonesia ya?

Sampai akhirnya tiba di pintu keluar, saya tanya petugas, katanya ada mushola di luar gedung. Kami pun keluar. Tapi setiba di luar, mana musholanya? Kami tanya lagi petugas lainnya, lucunya dia bilang tidak ada mushola di luar, adanya di dalam gedung. Kami masuk kembali. Dan gate pemeriksaan menyambut kami. Tetap sesuai prosedur, semua yang masuk harus diperiksa, termasuk kami.

Dengan barang yang segitu banyak, kami harus bongkar semua, masukkan di belt x-ray, copot jaket, jam tangan, dll. Oke lah, asalkan di dalam nanti ada mushola, saya bisa sholat, pikir saya. Tapi begitu masuk, mana musholanya? Nggak ada. Petugas bilang, silakan naik satu lantai lalu keluar. Agak dongkol sih, tapi kami ikuti juga. Kami lewati pintu pemeriksaan di lantai 2, tanpa diperiksa, karena kami keluar gedung. Pikir saya, jangan sampai nanti lewat pemeriksaan ini lagi, kami harus bongkar muatan lagi.

Dan benar, ternyata di luar nggak ada juga musholanya. Iya, kami harus memutar lagi, lewat pintu pemeriksaan lagi. Dan disana sudah ada mas-mas AVSEC ganteng yang siap dengan stick detector logamnya. Iyeee... kita kudu bongkar muatan lagi sodara-sodara. Zebel nggak sih?

Dan kami harus naik satu lantai lagi. Anda tau itu artinya kami dimana? Kami di terminal keberangkatan, Wow! Kami mau berangkat lagi.

Alhamdulillah disana sudah ada mushola...

Layanan shuttel bus masih darurat militer


Belum ada counter tiket di dalam gedung terminal pun di luar gedung. Halte pun masih darurat sekali, tanpa atap, hanya ada kursi. Bahkan kursinya pun sempat dipindahkan petugas saat penumpang lagi rame-ramenya. Dengan alasan mau ada maintenance. Heh banget nggak sih?

Suasana di halte shuttle bus. Penumpang menumpuk, menunggu bus yang lama banget



Petugas memindahkan kursi di halte shuttle bus, saat penumpang sedang ramai-ramainya


Yang lebih ngeselin lagi, jadwal bus yang datang masih tidak teratur. Lama nunggunya, sekalinya datang banyak banget, ke berbagai tujuan, dan rata-rata sudah penuh. Saya yang menuju Bogor, sempat menaikkan barang ke bagasi bus, sudah pula naik masuk ke dalam bus, tapi terpaksa turun dan ambil barang lagi karena bus sudah penuh.

Mungkin akan lebih nyaman kalo ada bus khusus yang memang parkir di T3 atau masing-masing terminal lainnya. Kalo bus muter dulu ke T1 lalu T3 jadi yang terakhir didatangi, wajar donk kalo penumpang di T3 nggak kebagian kursi karena sudah penuh semua.



Dan sekarang saya sedang di T3 ultimate lagi. Menanti flight GA106 menuju Palembang. Dan ada lagi keluhan yang saya rasakan, dipindah gate dari gate 15 ke gate 12. Heh...

Belum lagi ada berita terminal kedatangan tergenang air karena hujan lebat. Rasanya Terminal 1 yang nyaris sudah seperti terminal bis itu pun kalo hujan lebat nggak sampe kebanjiran loh. Masa iya Terminal 3 yang sebegini kerennya kok bisa banjir.

Kesan Terminal 3 SHIA dipaksa siap kental banget. Walaupun pihak terkait sempat menepis dengan bilang bahwa ini bukan buru-buru. Hanya supaya Terminal 3 existing bisa segera dikosongkan supaya menyatu dengan Terminal 3 ultimate sehingga bisa menjadi letter U penuh. Begitu katanya.

Sebenernya secara desain sih terminal ini keren banget. Ada usaha ramah lingkungan, terlihat dari pencahayaan yang lebih memaksimalkan dari cahaya matahari. Banyak juga pajangan-pajangan yang mirip seperti galeri seni. Cakep buat foto-foto.


Lukisan Soekarno-Hatta, salah satu karya seni yang dipajang di T3 Ultimate



Dengan banyaknya keluhan karena ketidaksiapan yang mengesankan Terminal 3 Ultimate dipaksa siap, semoga ini cuma masalah waktu. Segera terminal ini bisa (beneran) jadi yang wah se-Indonesia.

Post a Comment

2 Comments

  1. Jadi cuma bagus buat foto-foto?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mbak :D

      Tapi semoga beneran bisa bagus sih. Ini masalah sementara aja

      Delete

Dear teman. Silakan berkomentar. Tapi khusus untuk post yang telah terbit > 7 hari, mohon maaf komentar kamu nggak langsung muncul, karena harus dimoderasi. Trims