Kok adiknya lebih tinggi?

Lebaran baru lewat seminggu yang lalu. Walau suasana lebaran udah kurang berasa, setidaknya kue lebaran masih bersisa, lumayan buat rutinitas pasca lebaran (hehe).

Kesan lain? Selain berubahnya pertanyaan para bapak dan ibu tamu, dari yang dulu, "udah semester berapa sekarang?", ke pertanyaan lain (baca: yang lebih menjurus), "kapan wisuda?", #hmmphh rasa-rasanya nggak ada kesan yang beda dari lebaran tahun-tahun sebelumnya. Dan yang selalu jadi bahan basa basi khas tiap lebaran adalah,  
"Yang mana kakaknya? Oh yang ini. Kok adiknya lebih tinggi?"

#hmmphh

Lebaran memang momen yang dibesar-besarkan sebagai momen untuk silaturahmi yang kudu, harus dan wajib diikuti. Sampe-sampe berjuta orang rela desak-desakan di kereta, kapal laut, bus, dan lainnya - setiap tahun, hanya untuk ikut merayakan lebaran di kampung halaman. 

Label silaturahmi membuat bersalam-salaman jadi ritual yang lagi-lagi kudu dan wajib dilakukan setiap bertamu maupun menerima tamu, bahkan juga saat bersua di pinggir jalan. Malangnya, aku hampir selalu jadi korban. Korban dari sindiran halus, karena (aku akui) emang punya tinggi badan yang tidak lebih baik dari adikku (hei, it's real!).
He is taller than me (sumber: link)

Tapi pantaskah itu jadi bahan sindiran berkedok basa-basi ala lebaran?

Well. Secara faktual aku akui emang aku nggak tinggi-tinggi amat, tinggi badanku memang lebih rendah dibandingkan adikku. Tapi satu hal yang harus diingat, kami udah nggak di masa pertumbuhan optimal. Setiap orang, bukan cuma aku, pastinya punya hormon pertumbuhan yang berbeda. Hormon inilah yang menentukan pertumbuhan seseorang. Yakin deh, saat aku masih di masa pertumbuhan, aku lebih tinggi dibandingkan adikku. Tapi emang beruntungnya dia, pertumbuhannya lebih cepat dibanding aku. Dan akhirnya sekarang aku yang nggak lebih tinggi.

Beruntungnya, aku masih punya senjata pamungkas nan ampuh untuk menangkis sindiran super halus itu, senyuman datar. Yah, senyuman datar serta merta membuat sindiran itu melemah, dan akhirnya beralih ke obrolan lain. Aih...

Untuk bapak dan ibu yang kemaren sempet nyindir aku dengan sindiran halus itu, sadar nggak, kalo anak-anak bapak dan ibu lebih tinggi dibanding bapak atau ibu? Hayoh loh. 
Kok anaknya lebih tinggi?

Tenang aja pak, tenang aja bu. Kita sama-sama udah nggak di masa pertumbuhan...

Post a Comment

4 Comments

  1. Aku malah baru kali ini tahu tinggi badan kakak adik dijadiin bahan perbincangan. Kalau pas masi pertumbuhan masi kecil tinggian adiknya nahhh itu baru aneh... hehehe...


    Aku males tu kalo ketemu sodara ditanya, udah punya pacar apa belum. Kapan lulus. Aahhh kayak gak ada pertanyaan lain ajah...

    ReplyDelete
  2. jadi bahan perbincangan kan karena nyolok banget mbak, aku nggak lebih tinggi dari adik aku

    mbak una udah punya pacar belum?

    ReplyDelete
  3. hahahaha,, kalau aku juga gitu, tapi dari posisi adik.. dan tahu gak itu juga menjengkelkan loh.. aku selalu jadi disangka kakak gitu.. padahal aku sama kakak bedanya 3 tahun gitu.. jadi maksudnya muka aku lebih tua?? Huufftt!!!

    ReplyDelete
  4. haha... kami selisih 2 tahun sih mbak. Tapi emang setelah si adik dikhitan, pertumbuhannya cepet banget

    ReplyDelete

Dear teman. Silakan berkomentar. Tapi khusus untuk post yang telah terbit > 7 hari, mohon maaf komentar kamu nggak langsung muncul, karena harus dimoderasi. Trims