Antara gudang, Bulog, tali, busur derajat, dan tangen


Enaknya belajar kalo bisa langsung dipraktekkan. Dulu di kala masih duduk di kursi (bukan bangku :p) SMP, pelajaran Matematika, khususnya trigonometri adalah hal yang baru dikenal. Walau sebelumnya di bangku (kali ini bukan kursi :p) SD sudah dikenal konsep yang hampir sama, sama-sama menyangkut segitiga, konsep phytagoras yang kala itu selalu membuatku kagum.

Trigonometri SMP yang jadi salah satu favoritku kala itu. Walau sekarang suka "enek" kalo denger tiga saudara dan saudara-saudara kembarnya yang selalu berlawawan itu di mata kuliah kalkulus.

YAh, kala itu aku tertarik dengan satu konsep sederhana, theodolit sederhana. Walau nama theodolite baru aku kenali lebih jauh di bangku kuliah, tepatnya di semester 4 ini. Pak Firdaus, seorang guru (laki-laki) yang kala itu dikenal bertangan ringan dan dingin yang tak segan melemparkan tangan dan kakinya pada siapa saja yang Beliau anggap kurang berkenan di matanya. Namun, beliaulah yang mengenalkanku dengan konsep sederhana ini. Sebuah konsep yang dianggap bisa memperkirakan tinggi suatu objek tanpa harus mengukurnya langsung hanya dengan menggunakan peralatan seadanya. Konsep yang menggunakan prinsip tangen ini selalu saja menggodaku untuk diterapkan.

Sabtu, 29 Mei 2010...
Itulah hari dimana aku untuk pertama kalinya menerapkan konsep yang aku impikan untuk bisa aku praktekkan.

Gudang Bulog Dramaga...
Itulah gedung yang menjadi objek eksperimenku...

Berbekal satu selongsong pulpen, busur derajat, seutas tali 10 meter, dan satu teman setia. Tugas akhir mata kuliah Kekuatan Bahan telah memberiku kesempatan untuk mewujudkan impian masa kecilku.

5 tahun....
itulah waktu yang aku butuhkan untuk mewujudkan impian kecil ini...

senangnya....

Post a Comment

0 Comments