Sudah tidak disangsikan lagi memang, Bogor - sebuah kota kecil di sebelah barat Pulau Jawa - merupakan salah satu kota urban layaknya Jakarta.
Kesemrawutan nampak dimana-mana. Jalanan padat membiru dan menghijau. Tentunya bukan oleh hijaunya dedaunan pohon dipinggir jalan. Kebijakan Pemkot Bogor untuk menjadikan angkot sebagai sarana transportasi umum di kota Bogor justru membuatmenimbulkan masalah baru. Angkot-angkot hijau telah meramaikan jalanan Bogor. Pertumbuhan angkot seperti tak terkontrol. Pada akhirnya pemerintah kota sendiri yang repot.
Tapi aku bukan mau cerita seputar masalah angkot hijau dan masalahnya. Aku mau cerita tentang angkot biru (bukan hijau) dan pengamen kecil.
Angkot di Bogor - sebatas yang aku tahu - ada dua warna, biru dan hijau. Angkot biru adalah angkot yang beroperasi diluar kota, sedangkan angkot hijau adalah angkot yang beroperasi di dalam kota. Atau ada juga versi lain, angkot hijau adalah angkot dari daerah timur Bogor (Ciawi), sedangkan angkot biru adalah angkot yang beroperasi di wilayah barat Bogor.
Sudahlah, jangan bahas angkot dulu. Kita liat aja ceritanya.
Kemarin (26/12), dengan tanpa perencanaan sebelumnya, aku pergi ke Kota Bogor. Sebenarnya niatnya udah lama ada, tapi bukan direncanakan untuk hari ini. Jadilah ceritanya saya pergi. Setelah ambil sedikit uang di ATM, berangkatlah aku dengan angkot biru bertuliskan "kampus dalam" - angkot dengan trayek Kampus Dalam-Terminal Laladon. Seperti biasa, jalanan memang sedikit macet. Ditambah dengan panasnya udara Bogor, kasarnya debu jalanan, gilaaaa!! aku peke baju hitam, sengsaralah aku siang itu. Kemacetan penjang, ditaksir mencapai 2 kilometer. Mobil, angkot, bus, semua padat merayap. Kecuali para pengendara sepeda motor yang dengan leluasa menyelinap diantara sempitnya celah di jalan.
Di tengah kemacetan panjang, seorang anak laki-laki berperawakan mungil yang aku taksir berumur 11 tahun - masuk duduk di pintu angkot. Tangannya memegang ukulele, dengan jemarinya ia mulai memetik ukulelenya. Dengan suara kecilnya, ia mulai berkata-kata yang aku sendiri tak mampu menangkap apa yang ia sampaikan. Suara aneh muncul, bukan suara deruman kendaraan. Suara dari ukulele tentunya. Tak lama, suara khas anak lelaki umur 11 tahunan mulai terdengar. Dengan suara sumbangnya + alunan nada-nada tak beraturan dari ukulele, anak itu menyanyikan sebuah lagu dari salah satu grup band teratas Indonesia. Terdengar lucu di telinga. Suara vokal dan nada dari ukulele seakan berkejaran, bukan mendekat tapi menjauh. Ada yang lupa, waktu itu di angkot ada 6 penumpang, 3 ibu-ibu, 1 wanita setengah baya, 1 gadis SMA, dan aku. Kulihat rona wajah mereka, aku yakin mereka juga merasa ada yang aneh dengan lagu yang didendangkan anak itu, walau mereka sendiri tak tau persis liriknya.
Tak sampai 5 menit, si anak kembali mengucapkan kata-kata aneh. Yang aki yakin itu bukan bagian dari lirik lagu, mungkin lebih tepatnya kata penutup. Berbekal ukulelenya, ia sodorkan sebuah wadah kecil yang pastinya wadah recehan. Berharap ada yang mau menyisihkan uang kecilnya untuk diletakkan disana. Ibu setengah baya berjilbab yang duduk disampingku memberikan selembar uang kertas yang aku tau nominalnya. Sejenak aku berpikir, si ibu tentu bukan menghargai suara cempreng si bocah, ia menghargai usaha keras si anak yang berusaha bertahan diantara kerasnya kehidupan jalanan. Sebuah apresiasi yang diwakilkan oleh selembar rupiah.
Si anak kembali menyodorkan ujung ukulelenya pada orang lain di angkot. Termasuk padaku yang sedang merenung terpaku memikirkan hal kecil yang baru kusaksikan. Tampaknya si bocah kecil hanya mendapat apresiasi dari si ibu setengah baya itu. Ia pun bergegas turun dari angkot yang sepertinya masih terjebak dalam padatnya kemacetan.
Kulihat ia berlari ke bagian belakang. Tak lama kemudian, ia masuk ke angkot lain. Mulai mengeluarkan kata-kata yang aku kira itu pembukaannya. Terlihat ia mulai memetik senar ukulelenya, yang suaranya tentunya tak mampu kudengar.
Sebuah perjuangan memang. Hidup di tengah kerasnya jalanan kota urban.
1 Comments
ooiiii bang ariiiffff hehe
ReplyDeleteDear teman. Silakan berkomentar. Tapi khusus untuk post yang telah terbit > 7 hari, mohon maaf komentar kamu nggak langsung muncul, karena harus dimoderasi. Trims