Wisuda: antara kebanggaan dan egoisme

Wisuda, prosesi sakral yang didambakan setiap dari mereka yang berstatus mahasiswa. Prosesi "ritual" yang diadakan setiap tahun, menandakan terbebasnya mereka-mereka dari status mahasiswa-nya. Sebuah momen emas yang ditunggu-tunggu. Bukan hanya oleh si mahasiswa, tapi semua orang. Keluarga, orangtua, adik, kakak, pacar, mungkin juga istri si mahasiswa. Sehingga tidak heran, momen ini bukan hanya menjadi milik si mahasiswa. Semua ingin turut merasakan gegap gempita prosesi sakral ini. Merasakan kebanggaan dengan gelar yang selama ini diperjuangkan oleh si mahasiswa.

Namun, di sisi lain. Wisuda kerap kali menjadi keluhan banyak orang. Mengapa sampai ada yang mengeluh? Apa sebenarnya yang dikeluhkan?

Seperti yang disebutkan pada paragraf pembuka, wisuda terkadang bukan hanya menjadi milik si wisudawan, tetapi juga semua anggota keluarga. Hal ini tidak jarang memberi efek negatif kepada pihak-pihak yang mungkin tidak seharusnya terlibat. Tengoklah saat-saat wisuda, semua anggota keluarga seperti ingin ikut ke dalam prosesi. Jalanan penuh sesak oleh iring-iringan wisudawan bersama dengan keluarganya. Seakan-akan satu orang wisudawan didampingi oleh dua sampai tiga mobil keluarga. Sementara jalanan tak kunjung bertambah volumenya. Kemacetan tak terelakkan. Wisudawan  dan keluarga tak sepatutnya disalahkan, begitu pula dengan jalanan yang sempit. Lalu siapa yang patut dipersalahkan?

Lain halnya dengan jalanan yang sempit. Bagaimana dengan prosesinya sendiri?

Prosesi wisuda umumnya merupakan suatu rangkaian acara. Terkadang ada satu acara tersendiri yang sengaja dibuat pihak jurusan masing-masing wisudawan. Mungkin lebih tepat kalau kita sebut sebagai acara ramah tamah atau mungkin pelepasan. Yah, biasanya diisi acara-acara ringan. Nah, acara-acara ringan seperti inilah yang terkadang memberatkan pihak lain. 

Biasanya acara-acara semacam ini diadakan sesaat setelah prosesi wisuda di hari yang sama. Dengan mengambil lokasi di dalam kampus. Nah uniknya, acara dirancang sedemikian rupa dengan menampilkan hiburan berupa alunan musik dengan volume yang tentu saja cukup terdengar dalam radius  100 meter. Sedangkan, acara diadakan di lingkungan kampus yang sebenarnya merupakan area belajar mahasiswa. So, beragam reaksi mungkin muncul dari pihak mahasiswa yang mungkin sedang melakukan proses perkuliahan. Beberapa mungkin acuh saja atau bahkan turut menikmati acara yang bukan semestinya ia nikmati. Namun, mungkin ada beberapa yang terganggu. Mengingat acara bertajuk ramah-tamah ini diadakan bersamaan dengan proses perkuliahan.

So, apakah bijak untuk merayakan kebanggaan sebuah gelar dengan embel-embel egoisme? Mungkin ada beberapa yang sebaiknya dikaji ulang.

Post a Comment

2 Comments

  1. dasarrrrrrrrrrrrrrrr cup :-*

    ReplyDelete
  2. Kan bisa dilakukan di hari libur, soal arak"an kan bisa dikondisikan ngga pake kendaraan alias jalan kakikan bisa

    ReplyDelete

Dear teman. Silakan berkomentar. Tapi khusus untuk post yang telah terbit > 7 hari, mohon maaf komentar kamu nggak langsung muncul, karena harus dimoderasi. Trims